ANALISIS MENGENAI RUU TENTANG ITE
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah
ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum
Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di
wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan
kepentingan Indonesia.
Secara umum, materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UUITE) dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai
informasi dan transaksi elektronik dan pengaturan mengenai perbuatan yang
dilarang. Pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik mengacu pada
beberapa instrumen internasional, seperti UNCITRAL Model Law on eCommerce dan
UNCITRAL Model Law on eSignature. Bagian ini dimaksudkan untuk mengakomodir
kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat umumnya guna
mendapatkan kepastian hukum dalam melakukan transaksi elektronik.
Beberapa materi yang diatur, antara lain:
Pengakuan
informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah (Pasal 5 &
Pasal 6 UU ITE);
tanda tangan elektronik (Pasal 11 & Pasal 12 UU
ITE);
penyelenggaraan sertifikasi elektronik (certification
authority, Pasal 13 & Pasal 14 UU ITE); dan
penyelenggaraan sistem elektronik (Pasal 15 & Pasal 16
UU ITE);
Beberapa materi perbuatan yang dilarang (cybercrimes) yang diatur dalam UU ITE,
antara lain:
konten ilegal, yang terdiri dari, antara lain: kesusilaan,
perjudian, penghinaan/pencemaran nama baik, pengancaman dan pemerasan (Pasal
27, Pasal 28, dan Pasal 29 UU ITE);
- akses ilegal (Pasal 30);
- intersepsi ilegal (Pasal 31);
- gangguan terhadap data (data interference, Pasal 32 UU ITE);
- gangguan terhadap sistem (system interference, Pasal 33 UU
ITE); 6. penyalahgunaan alat dan perangkat (misuse of device, Pasal 34 UU ITE);
Dewasa ini informasi dan transakasi elektronik amat sangat akrab dengan
kehidupan kita sehari-hari. Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. UU ITE
dipersepsikan sebagai cyberlaw di Indonesia, yang diharapkan bisa mengatur
segala urusan dunia Internet (siber), termasuk didalamnya memberi punishment
terhadap pelaku cybercrime.
Secara umum, bisa kita simpulkan bahwa UU ITE boleh disebut sebuah cyberlaw
karena muatan dan cakupannya luas membahas pengaturan di dunia maya, meskipun
di beberapa sisi ada yang belum terlalu lugas dan juga ada yang sedikit
terlewat. Muatan UU ITE kalau saya rangkumkan adalah sebagai berikut:
-Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama
dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan
e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas)
-Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang
diatur dalam KUHP
-UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan
hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang
memiliki akibat hukum di Indonesia
Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual
Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII
(pasal 27-37):
Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian
dan Permusuhan)
Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)
Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi
Rahasia)
Pasal 33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?))
Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik(phising?))
ANALISIS MENGENAI UU NO : 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA
Perkembangan peradaban manusia melahirkan banyak
progresifitas termasuk di bidang teknologi, hukum, industri dan seni.
Perkembangan teknologi tersebut tidak hanya melahirkan dampak positif terhadap
manusia. Dampak negatif juga lahir dari perkembangan peradaban manusia
tersebut. Cyber crime misalnya merupakan tindak pidana yang lahir
karena perkembangan teknologi sehingga dimungkinkan lahirnya modus dan jenis
baru dalam tindak pidana. Seiring dengan perkembangan peradaban manusia
tersebut berkembang terlahir tindak pidana di bidang hak cipta.
Terkait dengan tindak pidana dibidang hak cipta perlu
dilakukan analisis dari sudut pandang normatif dan kriminologi. Analisis
tersebut dikaitkan dengan ketentuan yang tertuang dalam UU No. 19 Tahun 2002
Tentang Hak Cipta. Jika dirumuskan tindak pidana / kejahatan di bidang hak
cipta dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu :
- Aspek Yuridis
Kejahatan / tindak pidana adalah bentuk kejahatan yang sudah
dapat dimengerti defenisinya sebab telah ditentukan dalan undang-undang (UU)
perbuatan tertentu yang dikategorikan sebagai suatu bentuk kejahatan
(defenitif) yang sudah ditentukan larangannya dan ancaman pidananya. Dimana
bila perbuatan tersebut melanggar ketentuan dalam UU maka dikategorikan juga
sebagai kejahatan.
- Aspek Sosiologis
Kejahatan bertitik tolak pada statement para ahli
bahwa manusia sebagai makhluk yang bermasyarakat perlu dijaga dari setiap
perbuatan masyarakat yang menyimpang dari nilai-nilai kehidupan yang dijunjung
oleh masyarakat. Karena kejahatan merupakan perbuatan yang anti sosial yang
berbenturan dengan kultur di masyarakat. Karena menimbulkan kerugian dan
kegelisahan dari ketentraman masyarakat yang nantinya akan berujung pada
sanksi.
Aspek Psikologis
Dalam bidang psikologis kejahatan termanifestasi kejiwaan
yang terungkap pada tingkah laku manusia yang bertentangan dengan norma yang
berlaku dalam masyarakat. Perbuatan yang menyimpang (abnormal) yang sangat erat
kaitannya dengan kejiwaan individu.
Dalam terjadinya suatu tindak pidana tidak bisa lepas dari
subek yang menjadi pelaku maupun korban. Pelaku dalam tindak pidana disebut
penjahat. Segala hal mengenai pelaku perlu dikaji lebih dalam untuk mengetahui
faktor yang melahirkan suatu tindak pidana. Terkait dengan terjadinya tindak
pidana juga memberikan gambaran tentang respon masyarakat terhadap kejahatan
dan pelaku kejahatan. Gejala yang menimbulkan kerugian dan bahaya yang dapat
ditemukan dari pendalaman reaksi masyarakat.
Tindak pidana yang sering kali terjadi dalam bidang hak
cipta adalah plagiarisme dimana terdapatnya kesamaan antara suatu ciptaan
dengan ciptaan yang lain. Ketentuan dalam UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak
Cipta masih memberikan celah untuk terjadinya tindak pidana atau kejahatan di
bidang hak cipta. Sesuai dengan tujuan dari Kriminologi untuk mempelajari
kejahatan dengan berbagai aspek dan pandangan sesuai dengan fenomena kejahatan
yang terjadi ditengah masyarakat. Awalnya hak cipta tidak diatur dalam suatu
bentuk peraturan perundang-undangan, namun Kriminologi sesuai dengan fungdi dan
manfaatnya memberikan sumbangan terbentuknya regulasi terkait dengan hak cipta.
Dalam aliran pemikiran klasik berpandangan bahwa manusia berperilaku sesuai
dengan kehendaknya. Pemikiran ini hanya dapat hidup dimasyarakat sebelum UU No.
19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta di undangkan.
Namun ketika UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta sudah
diundangkan dan sesuai dengan asas fictie bahwa masyarakat dianggap
sudah tahu ketika UU tersebut sudah diundangkan dan diberlakukan. Maka aliran
pemikiran dari Kriminologi yang berlaku adalah pemikirab kritis. Dimana,
perilaku manusia dibatasi dengan adanya ketentuan yang tertuang dalam UU
disertai penjelasan secara limitatif. Ketika sudah menjadi bahasa hukum dalam
sebuah UU maka hal itulah yang menentukan dan membatasi manusia dalam
berperilaku.
Sebagai kritikan menuju peradilan yang restoratif, UU No. 19
Tahun 2002 Tentang Hak Cipta masih memberikan celah kepada pelaku tindak pidana
untuk melakukan tindak kejahatan. Bukan upaya untuk kriminalisasi tetapi
sebagai langkah meminimalisir ruang terjadinya pidana. Hal ini merupakan bagian
penting dari Kriminologi, misalnya dalam tindak pidana di bidang hak cipta.
Ketika dalam sebuah contoh kasus dua oarang memiliki ciptaan yang sah dan
keduanya memiliki alat bukti yang sah yang bisa dijadikan bukti bahwa mereka
masing-masing adalah pemilik hak yang sah atas ciptaan tersebut. Dalam UU No.
19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta tidak diatur mengenai hal ini. Pasal 1 huruf 2
UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta disebutkan “Pencipta adalah seorang atau
beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu
Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau
keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi”.
Sebuah kritik terhadap UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta bahwa masih besar
celah terjadinya tindak pidana di bidang hak cipta.
Untuk menanggulangi tindak pidana tersebut dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu penal dan non-penal. Pendekatan penal dilakukan oleh
pemerintah dengan memakai sarana penal dalam menanggulangi kejahatan. Sebagai
salah satunya membuat UU dan mengundangkannya sebagai sarana controling dalam
masyarakat bertingkahlaku. Sedangkan pendekatan non penal adalah dengan memakai
berbagai sarana pendekatan tanpa menggunakan unsur pemidanaan. Sehingga lebih
condong kearah tindak preventif dan represif. Prefentif dalam artian sebagai
pencegahan primer yang bertujuan menghindar individu di masyarakat dari
pengaruh kejahatan. Represif sebagai langkah pencegahan sekunder menghindarkan
terhadap pelaku kejahatan / individu dalam masyarakat yang telah pernah
melakukan kejahatan untuk tidak melakukannya lagi.
SUMBER
:
http://bolmerhutasoit.wordpress.com/tag/uu-no-19-tahun-2002-tentang-hak-cipta
http://dyahahai.blogspot.com/2014/04/analisis-ruu-tentang-informasi-dan.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-undang_Informasi_dan_Transaksi_Elektronik
Beberapa materi perbuatan yang dilarang (cybercrimes) yang diatur dalam UU ITE, antara lain:
Dewasa ini informasi dan transakasi elektronik amat sangat akrab dengan kehidupan kita sehari-hari. Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. UU ITE dipersepsikan sebagai cyberlaw di Indonesia, yang diharapkan bisa mengatur segala urusan dunia Internet (siber), termasuk didalamnya memberi punishment terhadap pelaku cybercrime.
Secara umum, bisa kita simpulkan bahwa UU ITE boleh disebut sebuah cyberlaw karena muatan dan cakupannya luas membahas pengaturan di dunia maya, meskipun di beberapa sisi ada yang belum terlalu lugas dan juga ada yang sedikit terlewat. Muatan UU ITE kalau saya rangkumkan adalah sebagai berikut: